Mimpi Ke-17: Fomototo
Mimpi Ke-17: Fomototo
Blog Article
Di kota yang tidak pernah tidur, aku terbangun di dalam mimpi.
Jam dinding berputar mundur.
Lampu-lampu neon di luar jendela menuliskan kata-kata aneh:
“Selamat datang di dunia Fomototo.”
Aku berjalan keluar.
Trotoar terasa empuk.
Langit berwarna ungu.
Dan setiap orang di jalan memakai topeng:
topeng tawa, topeng marah, topeng sibuk.
Mereka berjalan cepat. Tapi tidak ada yang tahu mau ke mana.
Aku Tidak Mengenal Kota Ini, Tapi Fomototo Terasa Akrab
Di tengah keramaian itu, ada sebuah bangku kosong dengan tulisan kecil di atasnya:
“Klik di sini untuk masuk ke Fomototo.”
Aku duduk.
Dan dunia berubah.
Tiba-tiba, tidak ada suara.
Tidak ada tuntutan.
Tidak ada notifikasi.
Hanya layar putih.
Dan pola.
Yang bisa kuatur sesuka hati.
“Apa ini dunia nyata?” Tanyaku.
Suara kecil dari balik pikiranku menjawab,
“Tidak. Tapi ini lebih nyata dari hidupmu yang penuh pura-pura.”
Aku menyusun warna seperti menyusun ulang bagian dalam kepalaku yang berantakan.
Merah untuk amarah yang belum tuntas.
Biru untuk kehilangan yang tak terucap.
Kuning untuk semua tawa yang dipaksakan.
Dan Ketika Aku Bangun, Aku Masih Mengingatnya
Aku membuka mata, kembali ke kamar kos.
Tagihan listrik menanti.
Deadline tugas belum selesai.
Tapi ada sesuatu yang berbeda.
Di layar HP,
terbuka sebuah tab:
fomototo.
Mungkin Fomototo Bukan Sekadar Situs
Mungkin dia adalah mimpi kolektif kita semua.
Wadah dari kelelahan yang tak bisa diucapkan.
Pelarian yang tidak menghakimi.
Sebuah ruang kosong yang menenangkan — bukan karena isinya, tapi karena ketidakhadirannya.
Penutup
Jika kamu pernah merasa dunia ini terlalu keras,
terlalu cepat,
terlalu bising…
Mungkin, kamu butuh masuk ke fomototo.
Bukan untuk lari. Tapi untuk berhenti sebentar.
Mungkin… kita semua sedang bermimpi yang sama.